TANGERANG – Banyak cara yang dilakukan untuk turut memperingati Hari Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April. Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta misalnya, sepanjang hari Minggu (21/4) kemarin, semua pilot maskapai penerbangan mendengar arahan dan panduan dari para pegawai cantik berpakaian kebaya di balik ruang Air Traffic Services (ATC).

Para pegawai wanita di ruang Air Traffic Controller (ATC) – www.liputan6.com
“Para pekerja wanita yang mengenakan pakaian kebaya ini sebagai wujud AIRNAV untuk mengenang jasa Raden Ajeng Kartini,” tutur Deputi GM Perencanaan dan Evaluasi Operasi AIRNAV cabang JATSC, Suryadi, dilansir Liputan6. “Di sinilah kita mau mengambil pelajaran yang penting dari pahlawan kita. Karena, kita tahu bahwa beliau salah satu fundamen yang memberikan contoh khususnya kepada wanita Indonesia.”
Ia melanjutkan, momen ini juga bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme di dalam diri para petugas wanita di AIRNAV tersebut. Terlebih, pekerjaan sebagai pemandu udara juga sangat spesifik. “Alhamdulillah kami memperkerjakan para wanita sehingga harapan kami bahwa wanita itu tidak ketinggalan dalam hal masalah job dan pekerjaan dengan pria, sekalipun itu kita harus memberikan semacam batasan,” sambung Suryadi.
“Tiap tahun rutin dalam event ini, memang kami memberikan suatu yang spesial kepada para ibu dan wanita. Ini bagaimana, sekali lagi, untuk menghormati dan memperingati,” tambah Suryadi. “Kami meminta mereka (petugas wanita) memakai pakaian yang pernah dipakai Kartini. Ini wujud kita untuk menghormati kebangkitan bangsa Indonesia.”
Sementara itu, Supervisor ATC, Ismawati, menambahkan bahwa momen ini bukanlah kali yang pertama, melainkan sudah yang kedua kalinya perayaan Hari Kartini diperingati dengan cara seperti itu. Menurutnya, bekerja di AIRNAV, terlebih di ruang kontrol ATC untuk memandu lalu lintas pesawat, bukanlah hal yang mudah.
“Tetapi, dalam menunaikan tugas di AIRNAV, sama bersama pekerja wanita lainnya telah mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki. Hanya saja, harus bisa membagi waktu,” ujarnya. “Kami disediakan ruang istirahat, untuk jenjang karir juga setara, mungkin tinggal bagaimana kami mengatur waktu untuk bisa membagi waktu seadil-adilnya antara pekerjaan dan rumah.”