Jakarta – Selama libur panjang tanggal 20-30 Agustus 2020 rupanya menjadi periode tersibuk bagi 19 bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura (AP) II sejak dihantam pandemi virus corona (Covid-19). Bahkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pun berhasil memecahkan rekor frekuensi penerbangan sebanyak 3 kali.
Rekor pertama pada tanggal 14 Agustus 2020 jumlah penerbangan di Bandara Soetta mencapai 524 penerbangan atau level tertinggi selama pandemi Covid-19. Kemudian rekor kembali dipecahkan pada 20 Agustus 2020 sebanyak 530 penerbangan. “Kemudian pada 23 Agustus frekuensi penerbangan kembali mencatatkan angka tertinggi yakni 540 penerbangan,” ujar Direktur Utama PT. Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin, seperti dilansir Tribunnews.
Secara kumulatif, pada 20 Agustus 2020 pergerakan pesawat di 19 bandara AP II mencapai 1.026 penerbangan dengan 85.642 penumpang. Selanjutnya, pada 21 Agustus 2020 terdapat 883 penerbangan dengan 54.958 penumpang, sementara pada 22 Agustus sebanyak 867 penerbangan dengan 60.683 penumpang. Adapun lalu lintas penerbangan tertinggi terjadi pada 23 Agustus 2020 yang mencapai 1.045 penerbangan dengan jumlah penumpang sebanyak 95 ribu orang.
Angka penerbangan dan penumpang tersebut juga merupakan level tertinggi sejak 1 April 2020. Selama libur panjang di akhir pekan lalu, ada 3.821 penerbangan yang mengangkut sekitar 296 ribu penumpang di 19 bandara AP II. “Pada 23 Agustus, jumlah penerbangan dan penumpang pesawat merupakan yang paling tinggi sejak 1 April atau ketika pandemi mulai berdampak terhadap sektor penerbangan nasional,” jelas Awaluddin.
Ia pun menegaskan bahwa aktivitas di 19 bandara AP II selama libur panjang 4 hari kemarin berlangsung sangat lancar karena menerapkan protokol kesehatan yang ketat. “Di tengah tingginya penerbangan, protokol kesehatan di tengah pandemi dapat dijalankan dengan ketat, operasional penerbangan berjalan lancar, serta pelayanan dapat dilakukan optimal di bandara PT Angkasa Pura II,” ungkapnya.
Awaluddin menilai bahwa Indonesia mempunyai pasar penerbangan domestik yang cukup besar, sehingga bisa membantu sektor penerbangan untuk dapat memulai pemulihan di tengah masa adaptasi kebiasaan baru. “Sektor penerbangan di negara yang memiliki pasar penerbangan domestik cukup besar seperti misalnya Indonesia, Amerika Serikat dan China mungkin saja dapat memulai fase pemulihan lebih awal,” paparnya.